LINGKUNGAN



Pemanasan Global, Tragedi Peradaban Modern


Pada tanggal 5 Juni 2007, negara-negara seluruh dunia umumnya memperingatnya sebagai Hari Lingkungan Hidup. Pemanasan global yang berakibat pada perubahan iklim (climate change) belum menjadi mengedepan dalam kesadaran multipihak. Pemanasan global (global warming) telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Tidak banyak memang yang memahami dan peduli pada isu perubahan iklim. Sebab banyak yang mengatakan, memang dampak lingkungan itu biasanya terjadi secara akumulatif. Pada titik inilah masalah lingkungan sering dianggap tidak penting oleh banyak kalangan, utamanya penerima mandat kekuasaan dalam membuat kebijakan.
Perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming), pemicu utamanya adalah meningkatnya emisi karbon, akibat penggunaan energi fosil (bahan bakar minyak, batubara dan sejenisnya, yang tidak dapat diperbarui). Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dll. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain kerusakan hutan Indonesia yang tahun ini tercatat pada rekor dunia ”Guinnes Record Of Book” sebagai negara tercepat yang rusak hutannya.
Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal sejuk dan dingin makin hari makin panas saja. Contohnya di Jawa Timur
bisa kita rasakan adalah Kota Malang, Kota Batu, Kawasan Prigen Pasuruan di Lereng Gunung Welirang dan sekitarnya, juga kawasan kaki Gunung Semeru. Atau kota-kota lain seperti Bogor Jawa Barat, Ruteng Nusa Tenggara, adalah daerah yang dulunya dikenal dingin tetapi sekarang tidak lagi.
Meningkatnya suhu ini, ternyata telah menimbulkan makin banyaknya wabah penyakit endemik “lama dan baru” yang merata dan terus bermunculan; seperti leptospirosis, demam berdarah, diare, malaria. Padahal penyakit-penyakit seperti malaria, demam berdarah dan diare adalah penyakit lama yang seharusnya sudah lewat dan mampu ditangani dan kini telah mengakibatkan ribuan orang terinfeksi dan meninggal. Selain itu, ratusan desa di pesisir Jatim terancam tenggelam akibat naiknya permukaan air laut, indikatornya serasa makin dekat saja jika kita tengok naiknya gelombang pasang di minggu ketiga bulan Mei 2007 kemarin. Mulai dari Pantai Kenjeran, Pantai Popoh Tulungagung, Ngeliyep Malang dan pantai lain di pulau-pulau di Indonesia.
Untuk negara-negara lain meningkatnya permukaan air laut bisa dilihat dengan makin tingginya ombak di pantai-pantai Asia dan Afrika. Apalagi hal itu di tambah dengan melelehnya gleser di gunung Himalaya Tibet dan di kutub utara. Di sinyalir oleh IPCC hal ini berkontribusi langsung meningkatkan permukaan air laut setinggi 4-6 meter. Dan jika benar-benar meleleh semuanya maka akan meningkatkan permukaan air laut setinggi 7 meter pada tahun 2012. Dan pada 30 tahun kedepan tentu ini bisa mengancam kehidupan pesisir dan kelangkaan pangan yang luar biasa, akibat berubahnya iklim yang sudah bisa kita rasakan sekarang dengan musim hujan yang makin pendek sementara kemarau semakin panjang. Hingga gagal panen selain soal hama, tetapi akibat kekuarangan air di tanaman para ibu-bapak petani banyak yang gagal.
Lantas dengan situasi sedemikian rupa apa yang dibutuhkan oleh dunia kecil “lokal” dan kita sebagai individu penghuni planet bumi? Yang dibutuhkan adalah REVOLUSI GAYA HIDUP, sebab dengan demikian akan mengurangi penggunaan energi baik listrik, bahan bakar, air yang memang menjadi sumber utama makin berkurangnya sumber kehidupan.
Selain itu perlunya melahirkan konsesus yang membawa komitmen dari semua negara untuk menegakkan keadilan iklim. Seperti yang sudah dilakukan oleh Australia yang mempunyai instrumen keadilan iklim, melalui penegakan keadilan iklim dengan membentuk pengadilan iklim. Dimana sebuah instrumen yang mengacu pada isi Protokol Kyoto yang menekankan kewajiban pada negara-negara Utara untuk membayar dari hasil pembuangan emisi karbon mereka untuk perbaikan mutu lingkungan hidup bagi negara-negara Selatan.
Dalam praktek yang lain saatnya kita mulai menggunakan energi bahan bakar alternatif yang tidak hanya dari bahan energi fosil, misalnya untuk kebutuhan memasak. Menggunakan energi biogas (gas dari kotoran ternak) seperti yang dilakukan komunitas merah putih di Kota Batu. Desentraliasasi energi memang harus dilakukan agar menghantarkan kita pada kedaulatan energi dan melepas ketergantungan pada sentralisasi energi yang pada akhirnya harganya pun makin mahal saja.
Sedangkan untuk para pengambil kebijakan harusnya mengeluarkan policy yang jelas orientasinya untuk mengurangi pemanasan global. Misalnya menetapkan jeda tebang hutan di seluruh Indonesia agar tidak mengalami kepunahan dan wilayah kita makin panas. Menghentikan pertambangan mineral dan batubara seperti di Papua, Kalimantan, Sulawesi, hal ini bisa dilakukan dengan bertahap mulai dari meninjau ulang kontrak karyanya terlebih dahulu. Selanjutnya kebijakan progressive dengan mempraktekkan secara nyata jeda tebang dan kedaulatan energi harus dilakukan jika kita tidak mau menjadi kontributor utama pemanasan global.
Iklim memang mengisi ruang hidup kita baik secara individu maupun sosial, maka tidak mungkin menegakkan keadilan iklim tanpa melibatkan kesadaran dan komitmen semua pihak. Bahwa tidak bisa dibantah, kita hidup dalam ekosistem dunia “perahu” yang sama, sehingga jika ada bagian yang bocor dan tidak seimbang, sebenarya ini merupakan ancaman bagi seluruh isi perahu dan penumpangnya. Maka merevolusi gaya hidup kita untuk tidak makin konsumtif sangat mendasar dilakukan sekarang juga oleh seluruh umat manusia. Sebab dengan begitu kita bisa menempatkan apa yang kita butuhkan bisa ditunda tidak, yang harus kita beli membawa manfaat atau tidak dan apakah yang kita beli bisa digantikan oleh barang yang lain yang ramah lingkungan?
Ini semua adalah cerminan bagi mereka yang berusaha dan sadar sepenuh hati demi keberlanjutan kehidupan sosial (sustainable society) yang berkeadilan secara sosial, budaya, ekologis dan ekonomi. Inilah tindakan nyata untuk meraih kedaulatan energi dan melepaskan ketergantungan terhadap energi fosil yang sekarang telah dikuasai oleh korporasi modal. Sekarang siapapun bisa memilih, mau jadi kontributor pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim dan suhu yang makin panas? Atau mau menjadi bagian dari pelaku ”penyejukan global” dengan mengubah pola konsumsi dan gaya hidup dari sekarang juga? Selamat Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Mari bertindak nyata untuk masa depan bersama.

HMPSPB " Lumba - Lumba "

GERAKAN 1000 PKM

=
Menindaklanjuti Amanah dari Program Studi tentang Kewajiban kepada seluruh Warga FKIP Pendidikan Biologi, maka dengan ini kami HMPSP Biologi "Lumba-Lumba" menganjurkan kepada seluruh Warga FKIP Pendidikan Biologi untuk turut mensukseskan Gerakan 1000 Proposal dengan cara berpartisipasi dalam pembuatan Proposal PKM DIKTI diantaranya : PKM-K (Kewirausahaan) PKM-P (Penelitian) PKM- M (Pengabdian Masyarakat) PKM- Kc (Karsa Cipta) PKM- T (Teknologi) Mari kita sukseskan Gerakan 1000 Proposal PKM, Demi Program Studi Kita . . .. HMP akan memfasilitasi terkait dengan pencarian tanda tangan lembar pengesahan, pencetakan dan proses pengiriman . . . Deadline 25 Oktober 2013 . . . . SEMANGATTTTTT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! panduan bisa di download di http://simlitabmas.dikti.go.id/#







Kuliah Umum Pendidikan Biologi



Awal perkuliahan bulan Januari 2013 lalu pembelajaran di Program Studi Pendidikan Biologi dimulai dengan kuliah bersama. Kuliah bersama ini diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi â??Lumba-lumbaâ??, yang kemudian diberi tema Outstanding Persons. Pemateri untuk kuliah bersama tersebut antara lain Dr. Dwi Wahyuni M.Kes., Bevo Wahono S.Pd, M.Pd., dan Mochammad Iqbal, S.Pd, M.Pd. Kuliah bersama ini diadakan untuk memberikan motivasi awal kuliah bagi seluruh mahasiswa Pendidikan Biologi. Cerita-cerita membanggakan dari Ibu Dwi Wahyuni yang merupakan dosen berprestasi Universitas Jember 2013 mengenai segudang prestasinya di dunia penelitian dan dilanjutkan dengan pemaparan prestasi dua dosen muda, Bapak Iqbal dan Bapak Bevo, yang di usia mudanya telah mengemban amanat sebagai seorang dosen di sebuah universitas negeri, diharapkan mampu melecut semangat mahasiswa Pendidikan Biologi untuk terus berkarya dan menjadi mahasiswa berprestasi di bidangnya masing-masing. Pada akhir perkuliahan pun beberapa dosen memiliki ide untuk mengadakan kuliah umum (stadium general) untuk mengakhiri perkuliahan. Ide tersebut kemudian terwujud dengan bekerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi. Walaupun melalui musyawarah dan persiapan yang relatif singkat, acara kuliah umum tersebut dapat terlaksana dengan baik pada hari Sabtu tanggal 4 Mei 2013, dengan pemateri Prof. Drs. Slamin, M.Com.Sc, Ph.D., dan Drs Slamet Hariyadi, M.Si. Tema yang diusung memanglah seputar PendidikanTeknologi dan Informasi, maka kehadiran pakar-pakar TI di lingkup sains dan matematika membuat acara kuliah umum tersebut terasa begitu bermakna. Prof. Slamin sendiri adalah seorang pakar TI yang telah teruji kualitas kemampuannya hingga yang semula hanya menjabat sebagai salah satu dosen di Program Studi Pendidikan Matematika, kini telah diangkat menjadi Ketua Program Studi Sistem Informatika. Tidak hanya itu, presasi beliau yang gemilang membuat beliau dipercaya untuk menjadi dosen pengajar di beberapa universitas ternama di luar negeri. Acara kuliah umum ini di adakan untuk memberikan wawasan tambahan tentang ICT (Information and Communications Technology) dihubungkan dengan kurikulum terbaru yang baru saja di terapkan di Indonesia yaitu kurikulum 2013. Diharapkan mahasiswa FKIP mampu menjadi lulusan yang dapat diandalkan di dunia pendidikan berbekal pengetahuan tentang ICT yang mendalam. Tidak sekedar pengetahuan ICT yang umum dimiliki masyarakat namun juga berbagai perkembangannya sehingga dalam melaksanakan profesinya sebagai pendidik dan pengajar dapat memberikan berbagai pembaharuan yang segar dan tentunya memberikan perkembangan ke arah yang jauh lebih baik untuk dunia pendidikan. Acara kuliah umum tersebut di awalai dengan opening ceremonial seperti acara resmi lain pada umumnya. Acara dibuka pada pukul 08.00. Setelah itu dilanjutkan dengan langsung memasuki materi yang pertama yang disampaikan oleh Bapak Slamet. Kurang lebih satu setengah jam materi pertama di sampaikan, dan kemudian di tutup oleh pembacaan kesimpulan oleh moderator. Setelah itu dilanjutkan materi yang kedua oleh Prof. Slamin. Kenyataan bahwa Prof. Slamin dan Bapak Slamet berkawan dekat membuat suasana kuliah umum tersebut terasa semakin hangat dan mencair. Mahasiswa yang hadir tampak sangat antusias mendengarkan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kedua materi tersebut. Kuliah umum kali ini wajib dihadiri oleh seluruh mahasiswa yang sedang menempuh matakuliah PTI dengan dosen pengampu Drs. Slamet Hariyadi, M.Si., BevoWahono S.Pd, M.Pd., dan Mochammad Iqbal, S.Pd, M.Pd. Mahasiswa lain secara umum diperbolehkan mengikuti kuliah umum ini selama kuota ruangan masih mencukupi. Tepat pukul 12.30 materi kedua berakhir. Sebelum acara diakhiri dengan doa, terdapat sesi pemberian kenang-kenangan dari HMPS Biologi â??Lumba-Lumbaâ?? untuk kedua pemateri tersebut (islia)

EDELWEISS



Edelweiss
(Anaphalis javanica)



Edelweiss; Bunga Abadi


Tentang Edelweis

Edelweis adalah bunga yang pasti sudah tak asing lagi bagi para penggiat alam bebas mendaki gunung, karena bunga abadi ini saat ini hanya mampu tumbuh dan besar di ketinggian gunung dan memerlukan sinar matahari penuh. Bunga cantik ini memang akrab dengan para pendaki dan mengilhami banyak orang melalui keindahan dan keabadian yang ditampilkannya. Tak heran kalau bunga ini disebut sebagai bunga abadi, karena mekar dalam waktu yang cukup lama.
Edelweiss termasuk tanaman yang unik, tumbuhan yang hidup di puncak-puncak gunung ini kerap dianggap sebagi bunga abadi dan perlambang keabadian cinta. Ini lantaran bunga edelweiss tidak akan layu meskipun telah dipetik dari tangkainya. Meskipun mengering, namun bentuk dan penampilannya tidak berubah.
Terdapat berbagai jenis bunga edelweis yang tumbuh di dataran tinggi di berbagai negara termasuk di Indonesia. Yang sering ditemukan di gunung-gunung Indonesia adalah spesies Anaphalis javanica. Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Plantae. Ordo: Asterales. Famili: Asteraceae. Genus: Anaphalis. Spesies: Anaphalis  javanica.
Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 m dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia walaupun umumnya tidak melebihi 1 m. Tumbuhan ini sekarang dikategorikan sebagai langka.
Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus , sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya.
Jika tumbuhan ini cabang-cabangnya dibiarkan tumbuh cukup kokoh, edelweis dapat menjadi tempat bersarang bagi burung tiung batu licik Myophonus glaucinus. Bagian-bagian edelweis sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekedar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Dalam batas tertentu dan sepanjang hanya potongan-potongan kecil yang dipetik, tekanan ini dapat ditoleransi. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini dinyatakan punah.
Sayangnya keserakahan serta harapan-harapan yang salah telah mengorbankan banyak populasi, terutama populasi yang terletak di jalan-jalan setapak. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa edelweis dapat diperbanyak dengan mudah melalui pemotongan cabang-cabangnya. Oleh karena itu potongan-potongan itu mungkin dapat dijual kepada pengunjung untuk mengurangi tekanan terhadap populasi liar. Salah satu tempat terbaik untuk melihat edelweis adalah di Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede), Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani).



Bunga edelweis asli atau yang sering disebut dengan Everlasting Flower sebenarnya adalah bunga Leontopodium yang hanya ada di pegunungan alpen, bukan bunga Edelweis Jawa atau Anaphalis javanica. Tapi apa daya sudah terlanjur, karena bunga ini yang sebenarnya bunga adalah serbuk kuning yang dalam waktu 1 - 3 hari setelah mekar akan rontok dan menyisakan kelopak bunganya saja.

Kelopak bunga yang tahan lama inilah yang sering 'dicolong" oleh para pendaki gunung. Dan mereka pun akhirnya kecolongan karena hanya membawa kelopak bunga abadi. Bunga Edelweiss merupakan spesies tanaman berbunga endemik yang banyak ditemukan di daerah pegunungan di Jawa, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Lombok.

Bunga Edelweiss yang menyukai sinar matahari penuh ini dalam ukuran dewasa dapat mencapai 8 meter tingginya, tapi pada umumnya hanya mencapai tinggi kurang dari satu meter. Bunga edelweiss umumnya terlihat antara bulan April – Agustus, dimana pada sekitar akhir Juli – Agustus merupakan fase mekar terbaiknya.

Bunga Edelweiss ( Anaphalis javanica ) sangat popular dikalangan wisatawan. Bunga ini dikeringkan dan dijual sebagai souvenir. Kondisi ini menyebabkan spesies tanaman ini mengalami kelangkaan . Di wilayah gunung
BromoTengger Jawa Timur, tanaman ini dianggap punah. Jumlahnya yang terus menurun membuat tanaman ini termasuk yang dilindungi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango , Jawa Barat. Larangan untuk memetik bunga ini terpampang jelas, namun kerap kali pemetikan bunga Edelweiss sulit dihindarkan dari tangan - tangan jahil yang mencoba menyelundupkan bunga tersebut.

Kabar gembiranya, bunga
Edelweis Jawa ( Anaphalis Javanica ) ini sudah banyak dibudidayakan oleh para petani di daerah Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah. Para petani ini membudidayakannya dengan cara menanam anakan yang tumbuh dari biji dan tersebar di sekitar pohon induknya serta ditanam di daerah dataran tinggi lebih dari 1000 mdpl, pada tanah liat berkapur atau berpasir dengan pH ( keasaman tanah ) antara 4 - 7.



Orang Muda Terkaya Di Dunia




Achmad Hidayat



Milyuner Termuda dari Indonesia yang kekayaannya ditaksir mencapai  US$ 900 Milliar.  Ceo Netmedia Web Indonesia asal Bandung ini memiliki berbagai unit usaha dalam bidang IT,  Salah satunya adalah platform jejaring sosial pengusaha muda Asia beralamat di hpmm.asia dimana penggunanya semakin meningkat setiap bulannya  dan berhasil mengalahkan pesaingnya Mark Zuckenberg.

INFO HEWAN



Elang Flores (Spizaetus floris)

Elang flores raptor endemik yang paling terancam
Elang Flores (Spizaetus floris) merupakan salah satu jenis raptor (burung pemangsa) endemik yang dipunyai Indonesia. Sayangnya elang flores yang merupakan burung pemangsa endemik flores (Nusa Tenggara) ini kini menjadi raptor yang paling terancam punah lantaran populasinya diperkirakan tidak melebihi 250 ekor sehingga masuk dalam daftar merah (IUCN Redlist) sebagai Critically Endangered (Kritis). Status konservasi dan jumlah populasi ini jauh di bawah Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) yang status konservasinya Endangered (Terancam).
Elang flores (Spizaetus floris) semula dikelompokkan sebagai anak jenis (subspesies) dari elang brontok (Spizaetus cirrhatus) dengan nama ilmiah (Spizaetus cirrhatus floris). Tetapi mulai tahun 2005, elang flores ditetapkan sebagai spesies tersendiri. Dan saat itu pula, elang flores yang merupakan raptor endemik Nusa Tenggara dianugerahi status konservasi Critically Endangered. Daftar burung langka lainnya silahkan baca: Daftar Burung Langka dan Terancam Punah.
Elang flores dalam bahasa inggris dikenal sebagai Flores Hawk-eagle. Dalam bahasa ilmiah (latin) dikenal sebagai Spizaetus floris.
Ciri-ciri. Burung elang flores mempunyai ukuran tubuh yang sedang, dengan tubuh dewasa berukuran sekitar 55 cm. pada bagian kepala berbulu putih dan terkadang mempunyai garis-garis berwarna coklat pada bagian mahkota.
Tubuh elang flores berwarna coklat kehitam-hitaman. Sedangkan dada dan perut raptor endemik flores ini ditumbuhi bulu berwarna putih dengan corak tipis berwarna coklat kemerahan. Ekor elang flores berwarna coklat yang memiliki garis gelap sejumlah enam. Sedangkan kaki burung endemik ini berwarna putih.

Elang flores (Nisaetus floris) merupakan jenis elang berukuran besar, sekitar 71-82 cm, yang turut memperkaya keragaman burung di tanah air. Meskipun namanya elang flores, burung ini dapat dijumpai juga di Pulau Lombok, Sumbawa, serta pulau kecil Satonda dan Rinca, selain tentu saja di Pulau Flores, Nusa Tenggara.
Seperti jenis burung pemangsa lain, elang yang tubuh bagian bawahnya berwarna putih ini menyukai hutan dataran rendah dan submontana hingga ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Teknik memangsanya yang mudah terlihat adalah berburu dari tenggeran dan terbang mengangkasa memanfaatkan aliran udara panas (thermal soaring).
Berawal di tahun 2004, serangkaian telaah genetika, morfologi dan survei lapangan dilakukan guna mengevaluasi beberapa anak jenis elang brontok (Nisaetus cirrhatus) yang tersebar luas. Mulai dari India dan sekitarnya, Sri Lanka, Kepulauan Andaman, Filipina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Hasilnya, anak jenis yang terdapat di Nusa Tenggara, tepatnya kawasan Flores dan sekitarnya (Nisaetus cirrhatus floris) ini memiliki perbedaan karakter morfologi dan ditetapkan sebagai jenis tersendiri yaitu elang flores (Nisaetus floris). Dunia pun mengakui, elang flores sebagai jenis tersendiri yang hanya terdapat di wilayah Nusa Tenggara.
Sejak ditetapkan sebagai jenis  tersendiri, status konservasi elang flores mengalami peningkatan signifikan. Persebarannya yang hanya terbatas di kawasan hutan di Nusa Tenggara sangat dipengaruhi oleh luas tutupan hutannya. Selain itu penangkapan dan perdagangan ilegal memperparah kondisi populasinya di alam.
Jumlah individu dewasa di seluruh persebarannya diperkirakan sekitar 100 pasang dengan daerah jelajah sekitar 10.000 kilometer persegi. Kecenderungan populasinya yang terus menurun membuat Badan Konservasi Dunia IUCN (International Union for Conservation of Nature) menetapkannya sebagai jenis “satu langkah menuju kepunahan” (Critically Endangered/CR). Pemerintah sendiri menetapkan burung ini sebagai jenis dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Di Flores, salah satu wilayah persebarannya berada di kawasan hutan Mbeliling. Burung Indonesia pada awal 2012 mencatat lima kali perjumpaan dengan jenis ini di Desa Golo Desat, Roe (Cunca Lolos), Golo Damu, dan hutan Puarlolo yang kesemuanya termasuk dalam wilayah Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Di Indonesia, beberapa jenis Nisaetus yang kita kenal selain elang Flores adalah elang jawa (Nisaetus bartelsi), elang wallace (Nisaetus nanus), elang brontok, elang gunung (Nisaetus alboniger), dan elang sulawesi (Nisaetus lanceolatus).